Wednesday, January 6, 2016

Bagaimana Memilih Calon Suami ?

Pernikahan termasuk dalam sunah para Nabi dan Rasul. Pernikahan juga bisa menjadi jalan yang sempurna dalam memperbanyak keturunan. Menikah juga memiliki manfaat lain, diantaranya adalah mewujudkan ketenangan jiwa, menjaga garis keturunan, melindungi masyarakat dari berbagai penyakit dan juga dianggap sebagai ibadah.
Sebagai seorang muslimah, tentu ada kriteria dalam memilih calon suami. Adapun faktor-faktor yang harus diperhatikan dalam memilih calon suami adalah
1.      Agama dan Akhlak
Dalam meimilih seorang suami, disarankan untuk mengutamakan agama dan akhlaknya, agar seorang suami mampu menunaikan kewajiban-kewajibannya dalam membina rumah tangga, menunaikan hak istri, menididk anak, menjadi pemimpin yang baik, menjaga kehormatan dan kemuliaan rumah tangga, serta memenuhi kebutuhan-kebutuhannya dengan memberi nafkah dan lain-lain.
2.      Bisa Membaca Kitabullah dan Menghafalnya meski Sedikit
3.      Mampu dalam Dua Hal : Berjima’ dan Memiliki Biaya
4.      Penyayang kepada Istri
5.      Enak Dipandang
Tujuannya adalah agar keduanya tidak saling menjauh dan menghindari, serta agar istri tidak kufur akan nikmat atau menyesali pernikahannya dengan suaminya.
6.      Sekufu (Setara) dengan Istri
Ini perlu agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan, misalnya keduanya tidak saling mnyukai atau istri membangkang kepada suami (nusyuz)
7.      Mampu Menjaga Kesucian Istri
8.      Tidak Cacat dan Berpenyakit
9.      Bukan Orang yang Tidak Subur (Mandul)
10.   Jujul dan Amanah
11.   Berasal dari Keluarga yang Baik
Untuk mengetahui hal itu, kita bisa menanyai orang-orang tentang dirinya atau tentang keluarganya. Biasanya keluarga yang baik terkenal di tengah komunitasnya.
12.  Bertanggung Jawab
Sifat ini bisa diketahui melalui sikap dan tidakannya saat menyelesaikan masalah-masalah yang dihadapinya. Jika mampu bertindak sendri dan bersikap hati-hati, berarti tergolong orang yang dapat mengemban tanggaun jawab.
13.  Bisa Menyayangi dan Menjaga Istri
14.  Sumber Rezkinya Halal
Seorang pemuda hendaknya bekerja secara halal agar ia tidak menafkahi istrinya dengan harta yang haram.
15.   Berakal atau Dewasa
Berakal disini bukan berarti “tidak gila” , tetapi seorang suami harus bijaksanan dalam bermuamalah, berhati-hati sebelum memutuskan hukum, arif dalam semua perbuatan, tidak zalim, adil, tidak emosional dan berpandangan matang dalam segi-segi kemanusiaan.
16.   Terpelajar dan Berpengetahuan Luas
17.   Berbakti kepada Kedua Orangtua dan Suka Bersilaturahim

Itulah sifat-sifat yang harus dimiliki calon suami saleh. Mohonlah pertolongan kepada Allah agar Dia menganugrahimu suami yang saleh, yang bisa mengajak ke surga Allah.
Jika kita ingin suami seperti Ali, maka jadilah seorang wanita seperti Fatimah. Semoga bermanfaat.


Sumber : Bekal Pernikahan oleh Syaikh Mahmud Al-Mashri

Wednesday, December 16, 2015

Tidak Enak, Jadinya Mengucapkan Selamat Natal

Mudahanah artinya berpura-pura, menyerah dan meninggalkan kewajiban amar ma’ruf nahi mungkar serta melalaikan hal tersebut karena tujuan duniawi atau ambisi pribadi. Maka berbaik hati, bermurah hati atau berteman dengan ahli maksiat ketika mereka berada dalam kemaksiatannya, sementara ia tidak melakukan pengingkaran padahal ia mampu melakukannya, maka itulah mudahanah.
Hal ini berarti meninggalkan cinta karena Allah dan permusuhan karena Allah. Bahkan ia semakin memberikan dorongan kepada para pendurhaka dan perusak. Maka orang penjilat atau mudahin seperti ini termasuk dalam firman Allah,

لُعِنَ الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْ بَنِي إِسْرَائِيلَ عَلَى لِسَانِ دَاوُدَ وَعِيسَى ابْنِ مَرْيَمَ ذَلِكَ بِمَا عَصَوْا وَكَانُوا يَعْتَدُونَ . كَانُوا لا يَتَنَاهَوْنَ عَنْ مُنْكَرٍ فَعَلُوهُ لَبِئْسَ مَا كَانُوا يَفْعَلُونَ. تَرَى كَثِيرًا مِنْهُمْ يَتَوَلَّوْنَ الَّذِينَ كَفَرُوا لَبِئْسَ مَا قَدَّمَتْ لَهُمْ أَنْفُسُهُمْ أَنْ سَخِطَ اللَّهُ عَلَيْهِمْ وَفِي الْعَذَابِ هُمْ خَالِدُونَ.

Telah dilaknati orang-orang kafir dari Bani Israil dengan lisan Daud dan Isa putra Maryam. Yang demikian itu, disebabkan mereka durhaka dan selalu melampaui batas. Mereka satu sama lain selalu tidak melarang tindakan munkar yang mereka perbuat. Sesungguhnya amat buruklah apa yang selalu mereka perbuat itu. Kamu melihat kebanyakan dari mereka tolong-menolong dengan orang-orang yang kafir (musyrik). Sesungguhnya amat buruklah apa yang mereka sediakan untuk diri mereka. Yaitu kemurkaan Allah kepada mereka; dan mereka akan kekal dalam siksaan.” (QS. Al-Maidah: 78-80)
Nah.. ucapan selamat natal dari sebagian orang seperti para politikus bisa jadi adalah suatu bentuk mudahanah, dalam rangka mencari suara atau maksud mendapatkan jabatan kekuasaan.
Yang mesti dipahami, seharusnya seseorang mencari ridha Allah ‘Azza wa Jalla, bukan mencari ridha manusia yang membuat Allah ‘Azza wa Jalla murka. Dalam hadis riwayat Ibnu Hibban disebutkan,

مَنْ اِلتَمَسَ رِضَا اللهِ بِسَخَطِ النَّاسِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ وَ أَرْضَ عَنْهُ النَّاسَ ، وَ مَنْ اِلتَمَسَ رِضَا النَّاسِ بِسَخَطِ اللهِ سَخِطَ اللهُ عَلَيْهِ وَ أَسْخَطَ عَلَيْهِ النَّاسَ

Barangsiapa yang mencari ridha Allah saat manusia tidak suka, maka Allah akan meridhainya dan Allah akan membuat manusia yang meridhainya. Barangsiapa yang mencari ridha manusia dan membuat Allah murka, maka Allah akan murka kepadanya dan membuat manusia pun murka.”
Kalau ingin meninggalkan ucapan selamat natal, lakukanlah karena Allah, bukan karena manusia. Begitu pula jika mau ucapkan, dasarilah karena Allah, bukan karena tidak enak pada rekan, teman atau saudara. Karena sesuatu yang didasari ikhlas karena Allah, itulah yang diridhai. Bagaimana mau dikatakan Allah ridha, sedangkan memeriahkan perayaan orang kafir saja sudah Allah larang? Allah Ta’ala berfirman:

وَالَّذِينَ لا يَشْهَدُونَ الزُّورَ وَإِذَا مَرُّوا بِاللَّغْوِ مَرُّوا كِرَامًا

Dan orang-orang yang tidak memberikan menghadiri az zuur, dan apabila mereka bertemu dengan (orang-orang) yang mengerjakan perbuatan-perbuatan yang tidak berfaedah, mereka lalui (saja) dengan menjaga kehormatan dirinya.” (QS. Al Furqan: 72)
Yang dimaksud menghadiri acara az zuur adalah acara yang mengandung maksiat. Perayaan natal jelas-jelas adalah perayaan kekufuran yang lebih dari maksiat karena sama saja memperingati lahirnya anak Tuhan. Padahal Allah tidak memiliki anak sebagaimana disebutkan dalam ayat:

وَقَالُوا اتَّخَذَ اللَّهُ وَلَدًا سُبْحَانَهُ بَلْ لَهُ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ كُلٌّ لَهُ قَانِتُونَ

Mereka (orang-orang kafir) berkata: “Allah mempunyai anak”. Maha suci Allah, bahkan apa yang ada di langit dan di bumi adalah kepunyaan Allah; semua tunduk kepada-Nya.” (QS. Al Baqarah: 116).
Jika seorang muslim mengucapkan selamat Natal pada Nashrani, maka sama saja ia setuju dengan perayaan kelahiran anak Tuhan. Na’udzubillah. Semoga Allah ‘Azza wa Jalla memberikan kepada kita keselamatan.

Diketik ulang dari buku “Natal, Hari Raya Siapa?” karya Ustadz Muhammad Abduh Tuasikal –hafizhahullâh–


Artikel muslimah.or.id

https://muslimah.or.id/8040-tidak-enak-jadinya-mengucapkan-selamat-natal.html

Islam Memuliakan Wanita

Dalam islam, wanita dipandang mulia sebagai makhluk Tuhan sebagaimana laki-laki. Seorang wanita yang beriman dan beramal shaleh akan meraih kehidupan yang lebih baik dan balasan dari Allah, sebagaimana laki-laki yang beriman dan beramal shaleh. 
Sebagaimana disebutkan dalam QS. An-Nahl ayat 97 :

“Barangsiapa yang mengerjakan amal shaleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.”

Wanita juga sangat berperan dalam pendidikan pertama bagi generasi islam, sehingga muncul sebuah ungkapan :

Al-ummu madrosatul uula… Ibu adalah sekolah atau pendidik pertama bagi anaknya.

Dengan memberikan bimbingan yang baik untuk calon generasi islam, maka telah dilakukannya perbaikan yang besar bagi umat islam.

Selain itu dalam  hal rumah tangga, hendaknya seorang suami memperlakukan istrinya dengan cara yang ma’ruf. Jika seorang istri membangkang atau terjadi perselisihan dengan suaminya, maka seorang suami tidak boleh memukulnya di bagian wajah. Sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,

Janganlah engkau memukul wajah (istrimu), jangan menjelekkannya, dan jangan memboikotnya (mendiamkannya) kecuali di dalam rumah.” (HR. Abu Dawud no. 2142 Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan shahih)

Betapa agungnya kedudukan serta peran wanita dalam sebuah kehidupan. Dari sekian banyak perhiasan keidupan , wanita shalihah lah sebaik-baik perhiasan.

Tuesday, August 19, 2014

Peran Ibu Dalam Pendidikan Anak

"Di balik pria agung ada wanita agung di belakangnya"
 
Demikianlah kata orang bijak tempo dulu. Jika ada lelaki yang menjadi ulama cendikia, tokoh ternama, atau pahlawan ksatria, lihatlah siapa ibu mereka. Karena Ibu memiliki peran besar dalam membentuk watak, karakter, dan pengetahuan seseorang.

"Ibu adalah ustadzah pertama, sebelum si kecil berguru kepada ustadz besar sekalipun."

Maka kecerdasan, keuletan, dan perangai sang ibu adalah faktor dominan bagi masa depan anak. Termasuk juga ibu susu [1]. Karenanya Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam melarang para orang tua menyusukan bayi mereka pada wanita yang lemah akal. Karena air susu dapat mewariskan sifat-sifat ibu pada si bayi [2].
Dalam kitab Ar Raudhul Unuf disebutkan bahwa persusuan itu seperti hubungan darah (nasab), ia dapat mempengaruhi watak seseorang. Kemudian penulisnya menyitir sebuah hadits dari ‘Aisyah radhiallahu’anha secara marfu’: “Janganlah kalian menyusukan bayi kalian kepada wanita bodoh, karena air susu akan mewariskan sifat sang ibu” [3].

Salah seorang sahabat Nabi yang bernama Aktsam bin Shaifi radhiallahu’anhu pernah berwasiat kepada kaumnya. Diantaranya ia mengatakan,
أوصيكم بتقوى الله، وصلة الرحم ؛ فإنه لا يبلى عليهما أصل، ولا يهتصر عليهما فرع، وإياكم ونكاح الحمقاء ؛فإن صحبتها قذر

Aku wasiatkan kepada kalian agar senantiasa bertaqwa kepada Allah dan menyambung tali silaturahmi. Dengan keduanya akar (keimanan) akan selalu tegak, dan cabangnya tak akan bengkok. Hati-hatilah kalian jangan sampai menikahi wanita yang dungu, karena hidup bersamanya adalah kenistaan” [4]

Memang demikianlah faktanya; wanita dungu hanya akan merepotkan suaminya, sulit dididik dan sukar diatur. Anaknya pun akan terlantar dan salah asuhan.
Pernah suatu ketika ada seorang bapak yang mengeluh kepada Amirul Mukminin Umar bin Khathab radhiallahu’anhu mengenai anaknya yang durhaka. Orang itu mengatakan bahwa putranya selalu berkata kasar kepadanya dan sering kali memukulnya. Maka Umar pun memanggil anak itu dan memarahinya.
“Celaka engkau! Tidakkah engkau tahu bahwa durhaka kepada orang tua adalah dosa besar yang mengundang murka Allah?”, bentak Umar.
“Tunggu dulu, wahai Amirul Mukminin. Jangan tergesa-gesa mengadiliku. Jikalau memang seorang ayah memiliki hak terhadap anaknya, bukankah si anak juga punya hak terhadap ayahnya”, tanya si anak.
“Benar”, jawab Umar. “Lantas apa hak anak terhadap ayahnya tadi”, lanjut si anak.
“Ada tiga”, jawab Umar. “Pertama, hendaklah ia memilih calon ibu yang baik bagi putranya. Kedua, hendaklah ia menamainya dengan nama yang baik. Dan ketiga, hendaknya ia mengajarinya menghafal Al Qur’an”.
Maka si anak mengatakan, “ketahuilah wahai Amirul Mukminin, ayahku tidak pernah melakukan satu pun dari tiga hal tersebut. Ia tidak memilih calon ibu yang baik bagiku, ibuku adalah hamba sahaya jelek berkulit hitam yang dibelinya dari pasar seharga 2 dirham. Lalu malamnya ia gauli sehingga hamil mengandungku. Setelah aku lahir pun ayah menamaiku Ju’al [5], dan ia tidak pernah mengajariku menghafal Al Qur’an walau seayat!”.
“Pergi sana! Kaulah yang mendurhakainya sewaktu kecil, pantas kalau ia durhaka kepadamu sekarang”, bentak Umar kepada ayahnya [6].
Begitulah, ibu memiliki peran begitu besar dalam menentukan masa depan si kecil. Ibu, dengan kasih sayangnya yang tulus, merupakan tambatan hati bagi si kecil dalam menapaki masa depannya. Di sisinya lah si kecil mendapatkan kehangatan. Senyuman dan belaian tangan ibu akan mengobarkan semangatnya. Jari-jemari lembut yang senantiasa menengadah ke langit, teriring doa yang tulis dan deraian air mata bagi si buh hati, ada kunci kesuksesannya di hari esok.
Dalam Siyar-nya, Adz Dzahabi mengisahkan dari Muhammad bin Ahmad bin Fadhal Al Balkhi, ia mendengar ayahnya mengatakan bahwa kedua mata Imam Al Bukhari sempat buta semasa kanak-kanak. Namun pada suatu malam, ibunya bermimpi bahwa ia berjumpa dengan Nabi Ibrahim.
Nabi Ibrahim berkata kepadanya, “Hai Ibu, sesungguhnya Allah telah berkenan mengembalikan penglihatan anakmu karena cucuran air mata dan banyaknya doa yang kau panjatkan kepada-Nya“. Maka setelah kami periksa keesokan harinya ternyata penglihatan Al Bukhari benar-benar telah kembali [7].
Catatan Kaki
[1] Yakni wanita yang menyusui anak orang lain, hingga secara syar’i ia menjadi mahram bagi sang anak seperti ibu kandungnya sendiri. Semua keluarga wanita ini juga otomatis jadi mahram bagi sang anak; baik itu suaminya, anaknya, saudaranya, orang tuanya, pamannya, bibinya, dan seterusnya. Sedang dari pihak anak, yang menjadi mahram bagi ibu susunya ialah keturunan dari sang anak yang disusui saja.
[2] HR. Al Baihaqi dalam Sunanul Kubra 7/464 dari Zaid As Sahmi, secara mursal dengan lafadz,
نهى رسولُ اللهِ صلَّى اللهُ عليه وسلَّمَ أن تُسترضَعَ الحَمْقاءُ فإنَّ اللَّبنَ يشبِه
Namun ada hadits-hadits lain yang menjadi syawahid atas hadits di atas, seperti yang diriwayatkan oleh Ath Thabrani dalam Al Mu’jamul Ausath, 1/68 hadits no. 65, dari Ibnu Umar radhiallahu’anhu dengan lafadz,
أنَّ رسولَ اللهِ نهى عن رَضاعِ الحَمقاءِ
Bahwasanya Rasulullah melarang untuk menyusukan anak kepada wanita yang bodoh
Juga dalam Al Mu’jam Ash Shaghir 1/140 hadits no. 137 dari Aisyah radhiallahu’anha dengan lafadz,
لا تَسْتَرْضِعُوا الْوَرْهَاءَ ” ، قَالَ الأَصْمَعِيُّ : سَمِعْتُ يُونُسَ بْنَ حَبِيبٍ ، يَقُولُ : الْوَرْهَاءُ : الْحَمْقَاءُ
jangan kalian menyusukan (bayi kalian) kepada wanita yang warha‘”. Al Ashma’i berkata: ‘aku mendengar Yunus bin Habib berkata bahwa warha‘ itu artinya dungu’
Dengan syawahid tadi insya Allah hadits di atas menjadi hasan li ghairihi, wallahu a’lam.
[3] Bab Syarh Hadits Ar Radha’ah, 1/285.
[4] Ma’rifatus Shahabah karya Abu Nu’aim Al Ashbahani, 3/385.
[5] Ju’al adalah sejenis kumbang yang selalu bergumul pada kotoran hewan. Bisa juga diartikan sebagai orang yang berkulit hitam dan berparas jelek (mirip kumbang) atau orang yang emosional (lihat Al Qamus Al Muhith, hal. 977)
[6] Disadur dari khutbah Syaikh Dr. Muhammad Al Arifi, Masuliyatur rajuli fii usratihi.
[7] Siyar A’lamin Nubala, 3/3324, cet. Baitul Afkar Ad Duwaliyah
***
Disalin dari buku “Ibunda Para Ulama“, karya Ust Sufyan Baswedan Lc., MA. hal.9-13, penerbit Wafa Press
Artikel Muslimah.Or.Id

Monday, June 30, 2014

Peran Istri dalam Dakwah Suami



Salah satu tugas seorang istri adalah mendukung suaminya, disaat suami dalam keadaan senang maupun dalam keadaan susah. Namun peran istri akan menjadi lebih utama jika mendukung seorang suami dalam menuntut ilmu dan melakukan dakwah.
            
Dakwah merupakan sebuah bentuk ketaatan kepada Allah Ta'ala. Maka dari itu peran seorang istri sangat membantu suami. Karena mendukung dakwah termasuk salah satu bentuk dalam mencari ridho suami. Dan menggapai ridho suami merupakan surga bagi istri. 
Paling tidak ada 4 hal yang bisa dilakukan seorang wanita untuk masuk surga. 
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda yang artinya,
“Apabila seorang wanita mengerjakan shalat lima waktu, mengerjakan puasa di bulan Ramadhan, menjaga harga dirinya, dan menaati perintah suaminya, maka ia akan masuk surga dari pintu mana saja yang ia inginkan.” ( HR. Ahmad , Ibnu Hibban dan Thabrani )

Berikut ada beberapa hal yang bisa dilakukan seorang istri dalam membantu dakwah suami, antara lain :

  1. Menambah pemahaman tentang dakwah, karena dengan kemampuan dan pemahaman yang benar tentang dakwah, maka akan lebih mudah dalam memberi dukungan kepada suami.
  2. Menguatkan pemahaman tenatang islam, untuk membantu memberikan bahan – bahan dalam dakwah.
  3. Memberikan ketenangan bagi suami, dalam hal ini bermaksud untuk tidak terlalu sering mengeluh saat sering ditinggalkan suami dalam hal – hal kebaikan.
  4. Ridho jika sering ditinggalkan suami untuk keperluan dakwah.
  5. Mampu mengerti kondisi suami, karena terkadang dakwah sangat berpengaruh dengan psikologis yang tidak mudah bagi suami.

Semoga kita dapat menjadi wanita mulia yang dapat mendukung keberhasilan dakwah suami, karena dakwah merupakan kewajiban seorang muslim.

Sunday, June 29, 2014

Ramadhan dan Wanita

Ramadhan merupakan waktu untuk beramal shaleh. Dalam persiapan menyambut ramadhan, perlu benar - benar di rencanakan dengan baik, khususnya untuk wanita muslimah agar bisa menjalani ibadah dengan baik dan berjalan sesuai target ibadah yang telah diingikan tercapai di bulan ini.
Berikut tips-tips yang bisa disesuaikan dengan kemampuan dan kondisi kita.
1. Buat Target yang Riil.
Jangan membuat target yang terlalu tinggi hingga sulit untuk dicapai. Buatlah target yang serealistik mungkin yang sesuai dengan kemampuan tanggung jawab, dan situasi yang kita hadapi. Jika kita masih harus mengerjakan pekerjaan rumah sendiri semua tanpa pembantu, maka tetaplah berusaha untuk menarget berapa lembar yang kita sanggupi membaca Al Quran dan mentadaburinya.

2. Siapkan Kebutuhan Dapur.

Agar tidak terlalu banyak menghabiskan waktu di dapur sehingga mengurangi waktu ibadah kita, siapkanlah beberapa bumbu dasar yang telah ditumbuk sebelumnya dan disimpan di lemari es, sehingga Anda tidak perlu lagi menghabiskan waktu untuk menumbuk.

3. Rapikan Rumah Anda

Persiapkanlah semua kebutuhan ibadah Ramadhan seperti sarung / mukenah untuk setiap anggota keluarga di tempat khusus, begitu juga dengan Al Quran dan buku - buku sehingga memudahkan kita. Sebisa mungkin aturlah rumah dengan suasana khas Ramadhan.

4. Tentukan Prioritas Anda.

Susunlah target dan rencana yang menjadi prioritas utama hingga yang paling akhir. Kerjakanlah sesuai dengan urutan prioritas. Janganlah mengerjakan tugas atau mengejar target lain sebelum tugas atau target yang sebelumnya selesai.

5. Jaga Kondisi Fisik

Istirahat yang cukup dan makanlah dengan benar, sehingga kita dapat menjaga kesehtan kita untuk Ramadhan ini. Sempatkanlah melakukan olahraga ringan yang disukai. Puasa bukan berarti harus libur olahraga.


Dan untuk wanita bekerja, yang tetunya harus lebih pandai mengatur waktu dan menyusun rencana, berikut beberapa tips menjalankan Ramadhan untuk wanita bekerja.

1. Bekerja dengan Efisien.

Pastikan Anda bekerja seefisien mungkin, kerjakanlah pekerjaan Anda dengan sungguh -  sungguh dan waktu yang optimal sehingga akan merefleksikan secara positif pada psikologis Anda.

2. Buatlah Jadwal Cermat.

Wanita bekerja harus menyesuaikan jadwal dengan waktu bekerja, istirahat, memasak, dan tentunya target - target ibadah yang ingin dicapainya. Gunakanlah waktu - waktu jeda saat perjalanan dan waktu istiriahan untuk melakukan aktivitas - aktivitas ibadah, seperti membaa Al Quran, mendengarkan murotal atau lainnya, terlebih saat sekarang ini banyak gadget yang memfasilitasi kegiatan ibadah, gunakan semaksimal mungkin.

Yang perlu diketahui, pengaturan waktu bukanlah alat untuk mencapai target, tetapi sistem yang membantu kita melihat visi secara jelas mengenai apa yang ingin kita lakukan, mengidentifikasi tanggung jawab yang kita miliki, dan merasa produktif.
Hal - hal inilah yang akhirnya akan mengarahkan kita untuk mengontrol hidup kita dengan tujuan yang lebih baik.
Salamat menunaikan ibadah shaum Ramadhan, smoga Allah SWT memberikan kemudahan dan keistiqomahan dalam menjalankan setiap ibadah dan aktivitas Ramadhan kita, aamiin. [wn]


Sumber : majalah BMH Meraih Keajaiban Ramadhan Juni 2014

Friday, June 20, 2014

Assalamualaikum

Assalamualaikum Dunia
telah lahir blog Afi dan Bram semoga bermanfaat
Dunia akhirat
Amiin